Oleh: Jacob Petrus NalleS (Sekretaris DPD Projo NTT)
GNN.COM, NTT – Hari Lahir Pancasila yang kita peringati setiap 1 Juni,bukan semata seremoni, melainkan pengingat atas tanggung jawab kolektif bangsa untuk menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam kebijakan ekonomi.
Di tengah tantangan ketimpangan, kemiskinan struktural, dan ketertinggalan wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, artikel sederhana ini hendak menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila—terutama sila keadilan sosial dan gotong royong—dapat diwujudkan secara nyata melalui program-program yang berpihak pada rakyat, seperti penguatan koperasi desa dan penyediaan makan bergizi gratis bagi anak-anak. Dengan demikian, refleksi melalui tulisan ini adalah ajakan untuk tidak membiarkan Pancasila tinggal sebagai dokumen simbolik, tetapi menjadi dasar ideologis yang hidup dan membumi dalam kebijakan publik kita.
Kembali Ke Jalan Ekonomi Pancasila
Di tengah dinamika krisis ekonomi global akibat perapan neoliberalisme, bangsa Indonesia terus mencari jalan untuk mewujudkan amanat konstitusi dan cita-cita para pendiri bangsa: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila, sebagai dasar negara sekaligus ideologi nasional, menjanjikan arah pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin keadilan distributif, kedaulatan rakyat dalam ekonomi, dan solidaritas antarkelompok sosial.
Namun, dalam praktik kebijakan selama puluhan tahun, nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-5—“Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”—sering kali tidak hadir secara konkret dalam agenda pembangunan nasional. Ketimpangan antara pusat dan daerah, antara kota dan desa, serta antara elite ekonomi dan rakyat kecil, terus membayangi. Provinsi seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi cermin dari problem struktural tersebut: kekayaan alam yang melimpah tidak mampu mengangkat kehidupan mayoritas rakyatnya dari kemiskinan.
Dalam konteks inilah, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menegaskan perlunya kembali ke jalan ekonomi Pancasila melalui kebijakan-kebijakan yang menyentuh langsung kehidupan rakyat kecil. Ia menyatakan bahwa “Pancasila harus menjadi roh dalam setiap kebijakan ekonomi. Koperasi sebagai soko guru perekonomian bangsa adalah manifestasi ekonomi Pancasila yang sesungguhnya, bukan slogan.” (Antara, 2024).
Koperasi Merah Putih: Pilar Kedaulatan Ekonomi Desa
Program Koperasi Merah Putih adalah upaya konkret dari negara untuk menghadirkan kembali ekonomi kerakyatan di tengah desa-desa Indonesia. Dirancang sebagai koperasi produksi, distribusi, dan konsumsi yang berbasis potensi lokal, Koperasi Merah Putih tidak hanya ditujukan untuk efisiensi ekonomi, tetapi juga untuk memperkuat posisi rakyat kecil dalam rantai nilai ekonomi nasional.
Menurut Menteri Budi Arie, “Koperasi Merah Putih bukan koperasi biasa. Ini adalah desain kelembagaan ekonomi rakyat yang berpihak, yang menjadikan desa sebagai pusat produksi, bukan sekadar pasar.” (Antara, 2024). Dalam model ini, koperasi desa mengelola pertanian, peternakan, perikanan, hingga pengolahan hasil panen untuk kepentingan anggota dan komunitas.
Di NTT, koperasi ini diarahkan untuk mengolah dan mendistribusikan pangan lokal seperti jagung, umbi, sayur lokal, telur, dan hasil laut, sebagai komoditas utama yang akan menjadi bagian dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Makan Bergizi Gratis: Intervensi Sosial yang Berbasis Produksi Rakyat
Program MBG, salah satu agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto, dirancang untuk menjamin pemenuhan gizi anak sekolah, balita, dan ibu hamil secara nasional. Tapi yang menarik, MBG bukan sekadar program bantuan sosial. Di Presiden Prabowo, MBG diposisikan sebagai pasar tetap dan bergulir bagi produk koperasi desa.
Dalam analisis e-Political Forum (2025), dijelaskan bahwa sinergi antara MBG dan Koperasi Merah Putih merupakan bentuk konkret dari “ekonomi distributif yang berbasis partisipasi rakyat.” Disebutkan pula bahwa pendekatan ini menolak model bantuan berbasis konsesi korporasi, dan sebaliknya membangun sistem ekonomi yang menempatkan koperasi rakyat sebagai aktor utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar nasional.
Dalam kasus NTT, model ini tidak hanya akan meningkatkan pendapatan petani lokal, tetapi juga menciptakan pasar yang adil bagi produk pangan lokal. Di waktu nanti misalnya, KMP di NTT yang mengelola produksi telur, ikan, beras/jagung dan buah-buahan menjadi pemasok tetap dapur umum MBG di sekolah-sekolah lokal.
Ideologi Pancasila dalam Aksi: Bukan Retorika, Tapi Struktur
Dalam konteks teori pembangunan, sinergi antara koperasi dan MBG ini merupakan contoh langka dari kebijakan berbasis ideologi negara. Di banyak negara berkembang, kebijakan publik sering kali terjebak dalam agenda neoliberal yang bertumpu pada privatisasi, liberalisasi, dan minimnya intervensi negara. Di Indonesia, lewat kebijakan ini, kita melihat upaya sistematis untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi ke tangan rakyat.
Sebagaimana dijelaskan dalam e-Political Forum, “Koperasi Merah Putih dan MBG adalah upaya untuk membongkar struktur ketergantungan daerah terhadap korporasi besar, sekaligus menegakkan kedaulatan ekonomi lokal sebagai inti dari ekonomi Pancasila.” (e-Political Forum, 2025). Hal ini selaras dengan gagasan Bung Hatta tentang koperasi sebagai cara rakyat mempertahankan hak ekonominya di tengah kompetisi pasar bebas.
Tantangan dan Jalan ke Depan
Tentu, jalan ke arah ekonomi Pancasila bukan tanpa tantangan. Lemahnya literasi koperasi, minimnya infrastruktur penyimpanan dan distribusi desa, serta ketergantungan pada hibah dan proyek pemerintah menjadi kendala yang perlu diatasi. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi telah menyiapkan paket pendampingan, digitalisasi koperasi, dan integrasi dengan lembaga pendidikan vokasi untuk memperkuat kapasitas kelembagaan koperasi desa.
Menteri Budi Arie menekankan bahwa, “Transformasi ekonomi desa hanya akan berhasil bila koperasi menjadi institusi ekonomi yang kuat, transparan, dan profesional. Dan itu harus dimulai sekarang, dengan menjadikan Pancasila sebagai sumber etika dan strategi.” (Antara, 2024).
Pancasila dalam Nafas Ekonomi Baru
Koperasi Merah Putih dan Program Makan Bergizi Gratis di NTT merupakan momentum penting dalam sejarah ekonomi Indonesia. Keduanya bukan sekadar proyek pembangunan, melainkan perwujudan konkret nilai-nilai Pancasila dalam tata kelola ekonomi negara. Ini adalah bentuk baru dari ekonomi kerakyatan yang tidak sekadar memberi ikan, tetapi juga kail, perahu, dan pasar.
Model inilah yang terus diperkuat dan implementasikan di seluruh Indonesia, karena ia tidak hanya menjawab soal kemiskinan dan gizi buruk, tetapi juga menjawab pertanyaan besar tentang masa depan Pancasila dalam praktik kebijakan ekonomi negara. Bila terus dikawal, maka cita-cita besar “kedaulatan ekonomi di tangan rakyat” bukan lagi utopia, melainkan realitas yang juga dimulai dari desa-desa kecil di Nusa Tenggara Timur.
Daftar Referensi
Antara News. (2024). Menteri Koperasi: Koperasi Desa Merah Putih Perwujudan Ekonomi Pancasila. https://m.antaranews.com/amp/berita/4872141
e-Political Forum. (2025). Sinergi Koperasi Merah Putih dan Program Makan Bergizi Gratis: Model Transformasi Ekonomi Pedesaan di Nusa Tenggara Timur. https://epolforum.wordpress.com/2025/05/31
BPS Provinsi NTT. (2024). Statistik Kemiskinan dan Gizi Anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Penulis : Arifin Z